Daftar Review

Sabtu, 15 Februari 2014

Éclair - Prisca Primasari



Judul               : Éclair, Pagi Terakhir di Rusia

Pengarang      : Prisca Primasari

Penerbit         : GagasMedia

Tebal              : 236 halaman



Sinopsis :

Seandainya bisa, aku ingin terbang bersamamu dan burung- burung di atas sana. Aku ingin terus duduk bersamamu di bawah teduhnya pohon – berbagi éclair, ditemani matahari dan angin sepoi- sepoi. Aku ingin terus menggenggam jari- jemarimu, berbagi rasa dan hangat tubuh – selamanya.

Sayangnya, gravitasi menghalangiku. Putaran bumi menambah setiap detik di hari- hari kita. Seperti lilin yang terus terbakar, tanpa terasa waktu kita pun tidak tersisa banyak. Semua terasa terburu- buru. Perpisahan pun terasa semakin menakutkan.

Aku rebah di tanah. Memejamkan mata kuat- kuat karena air mata yang menderas. “Aku masih di sini,” bisikmu, selirih angin sore. Tapi aku tak percaya. Bagaimana jika saat aku membuka mata nanti, kau benar- benar tiada?
Review :
“Tidak ada yang namanya bahagia selamanya,”
“Tapi Sergei Valentinich berjanji ia tidak akan tertarik pada wanita lain.” (hal. 118)

Di tengah persiapan pernikahan Sergei Valentinich Snegov dan Ekaterina ‘Katya’ Fyodorovna, kondisi adik Sergei, Stepan ‘Stepanych’ Valentinich Snegov, memburuk. Dalam sakitnya, ia selalu menggumamkan nama kedua sahabatnya yang kini jauh dan tidak lagi dapat ia jangkau. Kedua sahabatnya ialah kakak beradik, Kay Nikolai Olivier dan Lhiver Olivier. Katya yang sangat khawatir akan kondisi Stepanych segera menyusun rencana untuk menemui Kay dan Lhiver, membujuk mereka untuk menjenguk Stepanych, meski itu sangat sulit mengingat hubungan mereka berlima tidak lagi baik.

Apa penyebabnya?

Kesalahpahaman dan ketidakrelaan. Kebakaran – yang direncanakan- itu telah merenggut nyawa orangtua Lhiver dan anak angkatnya. Lhiver saat itu sedang mengajar. Kay dan Stepanych sedang berbelanja keperluan untuk membuat kue. Sekembalinya mereka, rumah sudah terbakar. Lhiver yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa orang- orang yang dicintainya telah pergi menyalahkan kedatangan Stepanych hari itu ke rumahnya.

“Tetapi kematian tidak akan pernah menyerah sekalipun kau berusaha untuk menghindar ke sudut dunia yang paling rahasia. Takdir itu akan tetap menjelang, dan berdiri pun akan percuma. Bila takdir gagal merenggutmu lewat pintu, ia akan masuk lewat jendela, menyelinap lewat celah, bahkan menembus pertahanan yang paling kokoh dan tangguh. Ini adalah kenyataan yang senantiasa berlangsung di alam semesta.” (hal. 106 – kata Fuyu, murid Lhiver, saat ia dan Lhiver berbicara tentang sebuah cerita berjudul The Appointment in Samara versi W. Somerset Maugham)

Setelah tragedi itu, Lhiver membenci semuanya, termasuk Kay, kakaknya sendiri. Ia menjauhkan diri dari keempat sahabat yang sudah seperti saudaranya sendiri. Ia bahkan pindah ke Surabaya. Di sana ia menjadi dosen. Sedangkan Kay berpindah- pindah tempat, membidik objek- objek menarik melalui lensa kameranya. Ia bertemu dengan belahan jiwanya dan memutuskan untuk menetap di New York meski ia sangat merindukan kampung halamannya.

“Kadang…,” kata Kay lirih. “Masa lalu memang lebih indah dari masa sekarang. Dan bila ada hal yang membahagiakan sekaligus menyedihkan untuk dipikirkan, itu adalah masa lalu yang indah…. Seandainya masa lalu itu akan terus menjadi masa kini.” (hal. 224)

Stepanych yang sangat terpukul dan merasa bersalah melampiaskannya pada alkohol yang menyebabkan penyakitnya semakin parah. Stepanych yang ceria dan lembut kini sudah tidak ada. Stepanych yang sekarang adalah Stepanych yang tidak berdaya, kosong, dan terkungkung dalam rasa bersalah.

Ia akan berpisah dengan kakak dan sahabat- sahabatnya. Untuk pertama kalinya ia membenci dirinya sendiri, karena sudah terlalu mencintai kehidupan ini….(hal. 131)

Katya menjadi tidak suka makan éclair. Sebelum peristiwa yang mengubah kehidupan mereka, Stepanych adalah seorang pembuat kue yang terkenal. Kue- kue buatannya sangat enak dan ia sering membuatkan éclair untuk sahabat- sahabatnya.

“Apa yang kau bayangkan ketika memasak, Stepanych?” (hal. 124)
“Kalian berempat,” ujarnya tulus. (hal. 125)

Dan Sergei mencoba untuk selalu tetap tegar padahal hatinya sangat sedih melihat kondisi adiknya dan juga persahabatan mereka yang seperti ini. Namun tidak ada keluhan yang terucap dari mulutnya. Katya cemas tetapi ia juga tidak bisa berbuat apa- apa.


Saat itu… Katya ingin sekali berubah menjadi piano. Paling tidak piano bisa menampung semua yang dirasakan Seryozha. (hal. 201)

Kini, usaha Katya menjadi satu- satunya harapan bagi mereka. Jika ia berhasil untuk mempertemukan Stepanych dengan Kay dan Lhiver, keadaan mungkin akan berubah menjadi lebih baik. Mampukah Katya menyelesaikan misinya? Ikuti kisah mengharukan ini dalam Éclair, Pagi Terakhir di Rusia.

setelah kepahitan pekat ini, rasa manis pasti akan menjelang. (hal. 164)

“Bagi kami, sahabat adalah seseorang yang bersedia untuk bersuka cita dan berduka bersama,” kata Stepanych tersenyum. “Kami tidak ingin menjadi sahabatmu di kala senang saja.” (hal. 192)


Antara rela dan tidak saat menamatkan bacaan ini. Tidak berat. Ceritanya cukup menghanyutkan menurut saya. Karena alurnya adalah alur maju mundur, jadi kepingan- kepingan cerita tersambung secara perlahan sehingga saat membaca novel ini, muncul pertanyaan mengapa seperti ini? Yah, ternyata seperti ini. Kira- kira begitulah. Seperti biasa, entah mengapa saat membaca novel karangan Mbak Prisca yang bersetting di Eropa selalu menimbulkan kesan klasik. Bayangan saya mengenai tokohnya selalu tertuju pada pria- pria bersetelan jas panjang dan wanita- wanita dengan gaun anggun yang menggembung di bagian bawahnya. Saat menyinggung soal email baru lah saya kembali ingat kalau ini bukan cerita era klasik. Tapi rasanya klasik banget. Mungkin karena didukung dengan adanya kalimat- kalimat berbau musik dan penulis yang bertebaran.

Stepanych sukses membuat saya menyukai dia. Bahkan tetangganya, Vasilissa, yang tertutup bisa berubah dan menemukan kembali semangat hidupnya karena Stepanych. Ia adalah pria yang hangat dan penuh perhatian. Jadi ikut sedih saat melihat ehh..membaca kondisinya yang berubah drastis.

Semuanya saya suka, kecuali epilognya. Tidak secetar bagian depannya. Padahal saya berharap ada sedikit kejutan di epilog. Tapi ternyata oh ternyata…. *lebaynya kumat*

Itu saja sih menurut saya. Recommended deh novel ini. Suasana yang diciptakan pas dan penyampaian pergantian alurnya cukup jelas karena diberi keterangan dan dibold jadi pasti kelihatan. Untuk ukuran konfliknya, novel ini tidak terlalu tebal. Salut dengan pengarang yang mampu untuk mendeskripsikan permasalahan dalam cerita tanpa harus berbelit- belit.

Okelah, saya tidak bisa review banyak. Masih terhanyut suasananya saja meski sudah selesai ceritanya saya baca berhari- hari yang lalu. Empat bintang (sebenarnya lima karena minus di epilog) buat Éclair. Selamat membaca J

Senin, 03 Februari 2014

Rumah Beratap Bugenvil - Agnes Jessica

Judul               : Rumah Beratap Bugenvil
Pengarang      : Agnes Jessica
Penerbit         : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal              : 240 halaman
Sinopsis :
Setelah mamanya meninggal, Lianka baru tahu bahwa ia cucu wanita kaya raya yang tinggal di sebuah rumah besar beratap bugenvil. Banyak rahasia dalam rumah itu, menyangkut almarhum ayahnya dan seluruh keluarga neneknya yang tidak terlalu harmonis.
Ia baru tahu bahwa ia sepupu Prisil, gadis angkuh teman sekolahnya. Feriz, anak baru di sekolahnya, ternyata tinggal di rumah itu juga. prisil jatuh cinta pada Feriz, tapi pemuda itu bersikap dingin terhadap setiap gadis yang mendekatinya.
Kenyataan bahwa neneknya yang tidak peduli terhadap keluarganya tapi malah menerima orang asing di rumahnya membangkitkan keingintahuan Lianka. Mengapa neneknya menerima Feriz tinggal di rumah itu? dapatkah Lianka menyibak rahasia yang dipendam sang nenek? Apa pula rahasia yang disimpan Feriz?
Review :
Tidak ada orang, bahkan Lianka sendiri, yang menyadari hidupnya berputar seratus delapan puluh derajat dalam waktu singkat. Ia yang tinggal di daerah kumuh tiba- tiba menjadi cucu nenek kaya dan yang mengejutkannya ialah Prisil, Pascal, dan Linus adalah sepupunya. Padahal hubungan mereka tidak begitu baik. Lianka nekat pergi ke rumah neneknya sesuai pesan dari almarhum mamanya, mengaku bahwa ia putri dari Bernard, ayahnya yang telah meninggal, Oma Tin, begitu Lianka memanggilnya, langsung percaya tanpa menyelidiki asal usul Lianka terlebih dahulu. Ia juga disuruh untuk tinggal bersama Oma di rumah beliau yang ditanami begitu banyak bugenvil.

Lianka juga terkejut saat mengetahui Feriz, anak baru yang bersikap dingin itu, serumah dengannya. Tapi Lianka tetap bersikap biasa, tidak peduli dengan sikap dingin Feriz. Namun Lianka mampu membuat Feriz tersenyum berkali- kali pada saat mereka menghadiri ulang tahun Sabrina sebelum Lianka pindah ke rumah neneknya.

Setelah pindah ke rumah Oma, Lianka tidak melupakan Dyani, sahabatnya. Ia mengundang Dyani bermain ke rumahnya. Acara keliling rumah Oma terhenti saat mereka tiba di depan sebuah kamar yang kata Mbok Kar, asisten rumah tangga Oma, adalah kamar rahasia yang tidak boleh dimasuki. Tentu saja Lianka penasaran. Lianka bertekad untuk mencari tahu apa yang ada di balik kamar itu. Meski Oma Tin tahu ia masuk ke kamar itu, Oma tidak marah pada Lianka. Padahal kalau yang masuk salah satu dari sepupu Lianka, Oma pasti marah besar. Istimewanya perlakuan Oma terhadap Lianka itu juga menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Lianka. Perlahan rasa penasarannya terungkap. Tentang siapa Oma, apa yang membuat Oma lebih menyayanginya, milik siapa kamar rahasia itu, dan mengapa Oma mau menampung Feriz.

Oma sangat menyayangi anak laki- lakinya dan kurang memperhatikan anak perempuannya. Sayangnya kini putra- putra kesayangan beliau telah lebih dulu menghadap Sang Pencipta. Oleh karena itu, saat mengetahui Lianka adalah cucu dari Bernard, putra keduanya, Oma Tin sangat senang.

dalam hidup ini tidak setiap hal dapat kita raih.” (hal.97)

Rasa ingin tahu Lianka semakin terjawab ketika suatu malam ia mendapati Feriz mimpi buruk. Tidak mungkin ia meninggalkan cowok itu sendirian. Maka ia menemani Feriz juga mendengar Feriz mencurahkan isi hatinya selama ini yang membuat cowok itu terus dihantui mimpi buruk. Ternyata kejadian yang menimpa Feriz dan siapa cowok itu merupakan jawaban yang Lianka cari.

Entah mengapa Lianka selalu senang berada di dekat Feriz. Mereka sering belajar bersama. Apalagi Lianka sangat lemah di pelajaran hitungan, Feriz akan mengajarinya dengan sabar. Tapi Lianka akan langsung ngambek saat Prisil datang dan mencoba merayu Feriz. Ia juga langsung ketus saat mengetahui Feriz keluar bersama Prisil.

Lianka tidak menyadari bahwa ia telah jatuh cinta pada Feriz. Apakah Feriz hanya menganggapnya sebagai teman serumah? Lianka tidak tahu.
Saat kenyataan mulai terungkap, Lianka berusaha mendamaikan Oma Tin dengan anak- anak perempuannya dan cucu- cucunya. Berhasilkah ia? Ikuti kisahnya di Rumah Beratap Bugenvil.

Ini kisah yang kompleks. Tidak hanya kisah Lianka tetapi juga ada kisah kedua orang tuanya, saudara ayahnya, dan juga kisah neneknya. Semua berawal dari kisah cinta yang tak sampai. Betapa menyakitkannya kalau cinta itu harus terhalang karena tidak mendapat penerimaan. Setidaknya itulah salah satu yang dapat saya tangkap dari kisah beberapa generasi itu.
Seperti biasa, menikmati karya Mbak Agnes bukan menunggu di ending nya, tetapi lebih ke prosesnya. Novel ini cukup oke meski bukan novel Mbak Agnes favorit saya (novel favorit saya Piano di Kotak Kaca, Sepasang Peniti Perak, Peluang Kedua, Jejak Kupu- Kupu, Debu Bintang, mungkin nanti nambah lagi. He he..) Tapi saya tetap nyaman menikmati cerita ini dari awal hingga akhir. Cerita ini juga menunjukkan bahwa hidup itu tidak pernah mudah terlebih bagi mereka yang selalu dianggap berbeda. Well, bagi teman- teman yang belum dan baru akan membaca, selamat membaca J

Minggu, 02 Februari 2014

L - Kristy Nelwan + My Secret Santa



Judul               : L

Pengarang      : Kristy Nelwan

Penerbit         : Grasindo

Tebal              : 394 halaman



Sinopsis :
“Ava Torino, twenty something girl, yang bekerja sebagai produser di sebuah stasiun televisi lokal di Bandung, agak berbeda dengan perempuan pada umumnya. Ava not really into romantic or love things.

Ia menganggap pacaran adalah sesuatu yang seharusnya fun. Dan, biar semakin fun, ia nekat meneruskan ide gilanya semasa kuliah dulu: berganti- ganti pacar, sampai ke- 26 alfabet tergenapi sebagai huruf awal nama- nama sang pacar.

Dengan ke-adventurous-annya, tidak sulit bagi Ava untuk memenuhi rencana gilanya itu. namun, tanpa disangka, cowok yang paling sulit ditemukan justru yang namanya berawal dari huruf L. Maka, cara berpikirnya yang logis memutuskan, siapa pun dia, si L akan menjadi the Last Love-nya.

Sayang, Ava tidak menyadari betapa rahasia semesta ini terlalu besar untuk ditaklukkan oleh logika berpikirnya…hingga terjadilah peristiwa itu…


Review :

Emang….That’s why I never believe in a thing named love. Gue nggak percaya cinta tanpa syarat itu ada.” (hal. 5)

Dari alfabet A sampai Z, terisisa cowok berinisial L yang belum Ava dapatkan (baca: pacari).Semua berakhir saat Ava, dan rekan- rekan kerja sekaligus sahabatnya, Kim, Jenna, dan Cardo, liburan ke Yogya. Mereka mengunjungi Candi Borobudur. Ava yang sudah mati kebosanan mau tak mau meladeni permintaan Kim dan Jenna yang sangat semangat untuk memengang tangan Budha, dan ajaibnya tangan Ava berhasil meraih tangan Budha. Harapan Ava saat itu adalah agar dapat menemukan L nya.

The Last.
The Love.
The Last Love.

Ava mencoba untuk mengabaikan apa yang baru saja ia dan teman-temannya lakukan secara 
ia tidak memercayai hal- hal yang ia anggap hanya mitos belaka. Namun pikirannya selalu terbayang- bayang dengan kejadian tadi.

Tidak lama setelah itu Ava memang bertemu seorang cowok saat ia makan nasi goreng. Mereka berdua ngobrol- ngobrol sambil menunggu penjual memasak nasi goreng. Berharap cowok itu berinisial L, Ava menanyakan namanya. Rei. Bukan Lei atau sebuah nama berinisial L.

Bukan awalan ‘L’. Uh, ada desiran kecewa di hatiku, betapa sempurnanya kalau namanya berhuruf awal ‘L’…. (hal.43)

Namun kekecewaan Ava tidak berlangsung lama. Saat ia dan Kim duduk di coffee shop yang terletak di bawah hotel, mereka bertemu dengan teman Kim yang bekerja sebagai seorang auditor. Ava langsung memberi  penilaian terhadap cowok di depannya. Tampang oke, suara oke. Dan yang paling membuat Ava senang adalah, namanya Ludi.

Mungkin waktunya telah tiba. Waktunya bagi Ava untuk meninggalkan kegilaannya dan benar- benar menjalani kehidupan percintaannya. Seperti proses hubungan yang umum, mereka berteman lalu keduanya semakin dekat dan akhirnya jadian. Ava merasa Ludi sangat memperhatikan dan menyayanginya. Ia juga merasa cocok dengan Ludi.

Apa pun akibat yang lo buat sama diri seseorang, lo harus siap terima akibat yang sama!’ (hal. 114)

Suatu hari, saat dinas di Bali, tidak disangka Ava bertemu dengan Rei. Mereka makan bareng, dan Ava terharu karena Rei masih saja ingat tipe nasi goreng kesukaan Ava. Dan entah kebetulan atau bukan, Rei juga akan bertolak ke Bandung, satu penerbangan dengan Ava. Rei juga sangat menghibur Ava saat cewek itu bete sehabis bertengkar dengan Ludi yang sudah setengah jalan menuju ke Bandung sementara pesawat Ava ditunda. Rencananya Ludi dan Ava akan makan malam karena malam itu adalah malam ulang tahun Ava. Jadilah Ava melewati malam ulang tahunnya bersama Rei *ini salah satu bagian yang so sweet, jadi baca sendiri ya*.

Sepulangnya ke Bandung, hari- hari sibuk Ava dimulai kembali hingga ada kabar bahwa Jenna masuk rumah sakit karena penyakitnya kambuh dan tidak ada yang dilakukan oleh bos mereka. Tidak ada. Ava yang emosi melihat hal buruk menimpa sahabatnya saat dinas tapi malah tidak mendapat respon yang baik lalu mengundurkan diri. Baginya, tidak pantas ia bekerja di tempat yang tidak pernah menghargai karyawannya.

Tapi, aku sadar juga, bayaran berapa pun bukan apa- apa kalau untuk mendapatkannya kita harus rela diperlakukan nggak adil. Siapa yang mau menghargai kita kalau bukan kita sendiri? (hal. 137)

Ava yang sangat khawatir terhadap Jenna juga bergantian dengan orang tua Jenna menjaga Jenna. Ava juga merekomendasikan dokter untuk menangani Jenna. Setelah keadaan mulai stabil, berkat rekomendasi dari Kim, Ava bekerja sebagai creative director di Channel M.

Dia sahabat saya, saya sayang sama dia…. Kalo ada cara yang tepat buat ngebales semua kebaikan dia sama saya dan ngebuktiin kalau dia penting buat saya, itu adalah dengan cara saya sesering mungkin ada di samping dia saat dia lagi…”(hal. 131)

Rasanya kali ini kebetulan yang sangat sangat….uumm..Ava kembali bertemu dengan Rei. Satu kantor pula. Segera keduanya menjadi sahabat. Di mana ada Ava, di situ ada Rei. Secara Ava juga masih anak baru di Channel M, jadi Rei yang membantu dia.

Inget, hati nggak bisa diatur. Nggak bisa direncanain, lo mau usaha kayak apa pun. Nggak akan bisa, percuma. Lo Cuma nipu diri sendiri jadinya.” (hal.328)

Kedekatan itu lama- lama membuat Ava terlena. Kini ia malah menyembunyikan tentang Rei dari Ludi. Ava sendiri merasa aneh, tapi ia juga tidak tahu mengapa. Saat Rei mulai sering tidak masuk kantor, Ava semakin cemas. Apa yang terjadi pada Rei? Ketika Ava menyadari bahwa ia terlanjur jatuh cinta pada Rei  meski Rei tidak berinisial L seperti harapannya, mampukah Ava menolak rasa cinta yang hadir sementara ia sendiri sudah mau menikah dengan Ludi? Akankah semuanya berakhir manis? Ikuti kisah Ava dan teman- teman dalam L.

Satu lagi kutipan yang saya bagi dan merupakan kalimat favorit saya :

Huh…, terlalu banyak ‘kenapa’ dalam hidup manusia, Torino…. Tapi yah…, emang itu yang bikin kita hidup…. Asal tau kapan berhenti, Torino. Kita harus tau kapan kita harus berhenti nanya ‘kenapa’ dan bilang sama diri kita sendiri…. Someday we’ll know. (hal. 392)


Cuap – cuap pembaca ….

Uugghh..
Sehabis baca buku ini, saya jadi mewek sendiri. Antara speechless (meski sudah tertebak siapa sebenarnya dia, tapi tetep gimana gitu ya pas penulis mengungkapkannya) dan lega (meski leganya nggak rela) karena kisah ini sudah selesai.

Novel ini walau tidak bisa dibilang berat, juga tidak bisa dibilang ringan. Melalui gaya penulisan blak- blakannya Mbak Kristy, semua terasa riil. Awalnya saya merasa agak aneh (baca: belum terbiasa) dengan karakter- karakter dan deretan kalimat yang ada dalam novel ini. Tapi setelah lembar demi lembar terlewati, chemistry dengan karakternya mulai tercipta *halaahh*.

Dan begitulah seterusnya, saya sangat menikmati kisah Ava Torino dan teman- teman. Emosinya dapet banget. Enjoy sekali membaca bab demi bab. Satu paket lah kalau saya bilang. Lucunya dapat, harunya juga, sedihnya juga terasa. Memasuki pertengahan ke atas, cerita semakin seru sampai endingnya yang bikin saya jadi mewek gini.

Dari segi konsep cerita, yang membuat unik itu adalah gaya berpacaran Ava yang mengharuskan cowok- cowoknya berinisial lengkap dari A sampai Z yang akhirnya tersisa inisial L yang menjadi bumerang bagi Ava. Selebihnya adalah kisah yang ‘metropop’ sekali, dengan karakter khas wanita kantoran dengan gaya hidup yang terlampau modern, serta permainan cinta akibat trauma dari masa lalu. Kisah seperti ini (harusnya) menjadi novel dengan kisah yang biasa- biasa saja tapi ternyata tidak. Alurnya boleh biasa tapi ceritanya touching banget. Salut deh sama pengarang :D


Dearest my Santa,
Novel ini sebenarnya sudah jadi incaran saya sejak saya duduk di bangku SMA. Terlebih respon teman- teman saya setelah baca katanya bagus. Tapi ini novel tak kunjung melengkapi daftar novel yang saya punya. Hingga ada event tahunan BBI, Secret Santa. Ini kali pertama saya ikutan event ini dan bingung juga pas mau pasang wishlist di Goodreads, secara wishlist saya cukup banyak (saya biasa tidak pasang di Goodreads *ketahuan malesnya*) tapi malah lupa apa saja pas mau dipasang. Hanya satu novel yang terlintas saat mau memasang di rak wants-to-read, ya L ini. Santa saya pun terbantu, jadi tidak perlu bingung mau ngasih novel yang mana ya. Hehe..

So, terima kasih sekali buat SS saya yang sudah mengirimkan novel ini untuk saya. Kado Natal yang oke banget dengan riddle terselubung yang membuat pengetahuan saya bertambah juga karena sampai browsing ini itu yang berkaitan dengan riddle terselubungnya.

Pertama, namanya disamarkan. Setelah saya cek di data BBIers, tidak ada nama seperti itu. Sudah pasti dong, kalau nggak, bukan SS namanya. He he.. Kemudian saya mencari petunjuk dari alamat dan kota yang diberikan, yaitu Surabaya. Tidak membuahkan hasil.

Kedua, dari resi JNE yang saya terima, saya jadi tahu kalau SS saya berdomisili bukan di Surabaya tapi di Kediri. Kembali lagi saya ubek- ubek data BBIers di FB. Ada. Juga dari kenang- kenangan berupa dompet. Saya mengoogling tentang kerajinan khas Kediri dan polanya hampir sama, Gringsing namanya. Semakin dekat dengan Santa.

Ketiga, karena riddlenya begitu singkat di surat dari SS, seperti tidak ada yang bisa lagi ditelusuri, saya kembali minta bantuan Mas Google. Saya ketikkan nama yang tercetak di kertas surat : WIDA RL. WIDA NS. Ternyata itu adalah salah satu perlengkapan medis. Infus ya kalau saya tidak salah ingat.

Dan yakinlah saya siapa Santa saya. Saatnya untuk menebak dan Santa saya adalah…….

Mbak Andrea Ika Hapsari. Betul nggak, ya? He he.. Semoga betul ya.