Daftar Review

Kamis, 26 Juni 2014

After Office Hours - Dahlian dan Gielda Lafita

Judul               : After Office Hours
Pengarang      : Dahlian dan Gielda Lafita
Penerbit         : GagasMedia
Tebal              : 360 halaman

Sinopsis :
Dan, suatu hari, kita bertemu lagi. Waktu berbeda, situasi yang berbeda juga. Kalaupun ada yang tak berubah, hanyalah perasaanku kepadamu. Aku masih tak punya alasan untuk membalas perasaanmu.
Namun, kau terlalu keras kepala untuk mengakui ketidakcocokan kita. Kau berjudi dengan perasaan, seolah tak khawatir sewaktu- waktu aku bisa menyakitimu. Kau menjanjikan cinta dan aku malah menertawakanmu.
Akhirnya, kau berhenti – menyerah atau balik membenciku, aku sendiri tidak tahu. Aku mencoba menghibur diri, berpikir kalau tanpamu aku pasti baik- baik saja. Tetapi, kenapa dadaku sesak saat melihat punggungmu pelan- pelan menjauh? Apakah ini artinya aku harus balik mengejarmu?

Review :
Athea dipertemukan kembali dengan Roy, mantan kekasihnya di SMA yang pernah menyakiti hatinya. Athea tidak menyangka ia akan menjadi sekretaris Roy Kerthajaya. Meski enggan, Athea tidak punya pilihan lain karena ia memang sangat membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan Gilang, anaknya, dan adiknya yang bernama Rangga yang sedang kuliah. Suaminya, Aditya, telah meninggal karena kecelakaan.

Nelson sangat baik terhadap Athea dan Gilang. Ia mencintai Athea namun Athea mengira kebaikan Nelson hanyalah sebatas kebaikan seorang sahabat. Rasa cemburu melihat Roy yang juga memerhatikan Athea membuat keduanya sepakat untuk bertaruh, siapa yang akan dipilih oleh Athea.

Dalam misinya itu, Roy menjadi pria yang lebih romantis. Awalnya Athea tidak percaya. Bagaimanapun juga Roy adalah seorang playboy yang bisa dekat dengan wanita manapun yang ia suka. Namun Athea luluh juga. Ia tidak bisa membenci Roy. Ia mencintai pria itu. Terlebih dilihatnya Roy bisa menerima Gilang.

Saat Athea memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya pada Roy, pria itu malah bersikap dingin padanya dan menghindarinya. Akhirnya Roy mengaku bahwa ia dan Nelson bertaruh. Athea kembali terpuruk, menyadari kebaikan dua pria yang hanya mempermainkan perasaannya.

Nelson yang takut kehilangan Athea mencoba menjelaskan kepada Athea alasan ia taruhan dengan Roy. Setelah Athea bisa menerima penjelasan Nelson, pria itu kembali melamar Athea dan Athea menerimanya. Athea akan mencoba untuk mencintai Nelson.

Di sisi lain, mendengar Athea dan Nelson akan bertunangan membuat Roy kaget. Ia sadar ia mencintai Athea. Kini ia sungguh- sungguh. Ia akan berusaha mendapatkan Athea kembali. Apakah Roy akan berhasil setelah ia menyakiti perasaan Athea yang begitu tulus mencintainya? Ikuti kisah mereka dalam After Office Hours.
©
Dahlian merupakan salah satu pengarang favorit saya dan saya selalu menikmati kisah- kisah yang dituangkannya baik dalam bentuk novel ataupun novella. Dan ekspektasi saya sepertinya terlalu tinggi. Ceritanya sebenarnya bagus, hanya saja ada beberapa bagian yang membuat saya menjadi kurang nyaman saat membaca buku ini.

Pertama, terlalu banyak pengulangan (menurut saya) mengenai Athea yang merasa mengkianati almarhum suaminya yang meninggal setahun yang lalu. Kemudian ada juga deskripsi wajah Athea yang berbentuk hati yang cukup sering diulang.

Kedua, typo yang cukup mengganggu.

Ketiga, bagian awal yang kurang konsisten menurut saya sehingga saya jadi bingung. Seperti perbedaan waktu ‘belasan tahun lalu’ dan ‘lima tahun yang lalu’ yang terdapat di halaman 18 ini :
Hati Athea miris. Perutnya bergolak. Ia tak pernah mengira, kejadian belasan tahun lalu ternyata masih begitu membekas di hatinya. Ternyata, lukanya tak pernah sembuh. Luka….
Lima tahun yang lalu, Athea hanyalah seorang gadis lugu. Siswi pindahan dari Semarang yang….

Itu saja review dari saya. Tetap menantikan karya mereka selanjutnya (next to read : STPC Casablanca :D )

Selasa, 10 Juni 2014

Kopdar BBI Medan : Bongkar Tas Mbak Lis

Yak, setelah menyusun jadwal dan akhirnya semua setuju untuk berkumpul pada 01 Juni 2014, maka berangkatlah saya pada hari itu. Markasnya masih markas favorit, Pizza Hut Gadjah Mada dengan lokasi yang strategis bagi pecinta buku karena jaraknya ke Gramedia Gadjah Mada yang sangaaat dekat.

Saya berangkat lebih  cepat, selain mau membeli buku untuk keperluan kuliah juga sudah lama nggak main ke toko buku dan pengen hunting beberapa novel yang baru terbit. Namun apa daya, setelah membeli buku keperluan kuliah, hujan turun *sepertinya tiep kopdaran kok hujan ya? Aaihh, kalau saja nggak hujan dan lebih cepat, bisa ikut ke Periplus L Hu hu..* Perjalanan dilanjutkan setelah hujan reda. Mamak dan Mbak Lis tentunya sudah di sana.

Nah..kalau sudah ngumpul, bawaannya heboh dan apa aja diobrolin, mulai dari yang berkaitan dengan buku, dunia blogger (nah, yang satu ini saya kurang update, jadi biasa dapat pencerahan dari Mamak dan Mbak Lis waktu kopdar..ha ha..), hingga sharing pengalaman- pengalaman kami. Sayangnya, Ci Mei nggak bisa gabung karena acara pekerjaannya dan Mbak Vyta juga yang nggak bisa ikutan.

Sebagai peramai suasana, Mamak mengusulkan untuk bermain bongkar tas. Jadi kami masing- masing membongkar isi tas yang lain dan target saya adalah tas (a.k.a anak gajah :p) Mbak Lis. Dari luarnya saja sudah kelihatan seru karena tasnya menggembung. Pasti isinya buanyaakk. Dan ini dia hasil bongkar tasnya Mbak Lis  :

Dompet
Tiket nonton konser Trio Lestari
perlengkapan beribadah
notes (yang ini nggak dilihat karena private)
Pulpen setengah lusin (Mbak Lis kelihatannya sangat bersemangat mengikuti ujian di kampusnya sehingga persiapannya oke banget, nggak nanggung..hi..hi..)
badge nama yang dipakai sehari- hari di kantor
iPod dan headsetnya (isinya pasti lagu Korea semua XP)
flashdisk
gantungan kunci
kuitansi pembayaran
dan…..novel- novel bawaan Mbak Lis (Casablanca dan The Miraculous Journey of Edward Tulane nya bikin ngiler)
efek Do Min Joon ssi

Dan masih ada beberapa barang lagi yang saya lupa apa saja sanking banyak nya *peace, Mbak Lis*

Setelah acara bongkar tas, tanda- tanda hujan kembali muncul *datang hujan, pulangnya juga hujan* Kami semua menyudahi acara kumpul bareng ini dan membawa pulang hasil request novel pinjaman masing- masing.

Semoga di kopdaran selanjutnya, anggotanya bisa lengkap ya ^^ Intip juga yuk aksi bongkar tas Mamak dan Mbak Lis di blog mereka J

Minggu, 01 Juni 2014

Dance For Two - Tyas Effendi


Dance For Two
Tyas Effendi
GagasMedia
238 halaman

Sinopsis :
Dear editor,
Saya terjebak dalam cerita yang saya mulai sendiri. Saya selalu membiarkanmu mengacaukan kata- kata yang sudah saya urutkan, membiarkanmu memenggal kepala huruf- huruf yang sudah berbaris rapi itu. Saya pun menikmati setiap cara yang saya lakukan untuk merangkainya kembali, lalu menyusunnya menjadi mozaik baru yang kamu suka.

Ini tentangmu, percayalah. Bagian mana dari dirimu yang tidak saya tahu? Tak ada satu celah pun yang terlewat; setiap potong kehidupanmu adalah gambaran paling jelas yang tersimpan dalam benak saya. Setiap langkahmu adalah jejak tanpa putus yang tercetak di atas peta saya.
Saya tidak ingin selamanya menjadi rahasia.  Saya hidupkan kamu dalam cerita.

Review:
Cinta bisa datang kapan saja, tanpa melihat kondisi. Begitulah yang dialami oleh Caja Satyasa Hasan. Ia jatuh cinta pada Albizia Falcataria, pria Indonesia yang mengenyam pendidikan di Kopenhagen, meski belum mengenal pria itu secara resmi. Caja tidak berani berkenalan dengan Al, jadi ia rela menjadi pengagum rahasia pria itu.

Caja sangat memerhatikan Al. Terutama ketika Al dan teman- temannya berkunjung ke cafĂ© milik Nenek Caja, Caja selalu menghidangkan makanan yang lebih spesial untuk Al. Caja bahkan – mencari – tahu segala tentang Al. Al yang hobi foto, Al yang masih terikat pada masa lalunya. Ah, memikirkan itu hanya membuat Caja sedih. Sampai kapan pun Al tidak akan menyadari keberadaannya.

Mungkin seorang gadis yang duduk di pinggir sebuah danau di Kopenhagen dengan sahabat laki- lakinya itu sangat polos. Mungkin gadis itu sangat naif. Mungkin semua yang ia katakan saat itu hanya akan ada di kehidupan fiksi, sama sekali tidak akan ada di kehidupan nyata. Ia benar- benar bodoh kalau meyakini seorang pasangan hidup hanya dengan mengamatinya ribuan hari saja. Benar- benar bodoh. (hal. 154)

Caja harus berhenti menjadi pengagum rahasia Al saat pria itu kembali ke Indonesia. Ia menuangkan kisahnya dengan Al, yang mungkin tidak diingat oleh Al, ke dalam sebuah novel. Sebelum Caja kembali ke Yogyakarta, kota ia dibesarkan sebelum pindah ke Kopenhagen, terlebih dahulu novelnya ia email ke Bunda untuk dikirim ke penerbit.

Dan takdir kembali mempertemukan mereka. Caja begitu kaget saat mengetahui bahwa editor novelnya adalah Al. Ternyata Al tinggal di Yogyakarta. Perasaan Caja campur aduk. Begitu pula dengan Al. Meski awalnya Al tidak sadar mengenai isi novel Caja, namun setelah membaca lebih jauh, Al merasa kisah tokoh dalam novel itu sangat mirip dengan kisahnya.

Al baru tersadar saat ia menghadiri konser balet Caja. Ia begitu terpesona oleh Caja. Namun sanggupkah ia melepaskan Ni Luh, kekasih hatinya yang sudah lama tiada? Mengapa saat membaca ending novel Caja (Caja memutuskan untuk tidak mengharapkan Al lagi dan memilih bersama dengan Nikolaj, sahabatnya), hatinya terasa sakit?

Al tahu ia sudah jatuh cinta pada Caja. Mereka berdua saling mencintai. Tetapi mereka seolah menyiksa diri. Keduanya hilang kontak. Dan saat Al sudah siap, ternyata Caja tidak lagi tinggal di Indonesia. Apakah takdir akan mempertemukan mereka kembali? Ikuti kisah mereka dalam Dance For Two.
©

Sederhana tapi rumit. Lah, kok bisa begitu? Kisah cinta yang kalau hanya kita ikuti sekilas memang tampaknya sederhana. Menjadi pengagum rahasia dan mengalami yang namanya cinta sepihak sudah biasa ditemui. Namun yang membuat rumit disini ialah bagaimana pembaca diajak untuk merasakan segala upaya Caja dalam mengenal Al.

Menggunakan dua sudut pandang, dari sisi Al dan dari sisi Caja, membuat pembaca dapat langsung mengetahui interaksi antar tokoh dan kegalauan yang mereka hadapi. Meski ini bukan kisah yang sarat konflik sampai membuat emosi pembacanya naik, namun saya cukup menikmati setiap bab kisah Caja-Al sehingga saya membacanya sampai tamat.

Hanya saja, saat membaca bagian yang menjadi bagian novel yang ditulis Caja, saya merasa seperti membaca buku harian Caja, bukan membaca novel yang sedang diedit. Tapi bahasa yang digunakan penulis tidak ribet dan mudah dimengerti sehingga enak saat dibaca. Secara keseluruhan, okelah. Bagi penyuka novel roman dengan konflik yang tidak terlalu menonjol, novel ini bisa menjadi rekomendasi untuk teman- teman. Selamat membaca J