Judul :
Purple Eyes
Pengarang : Prisca
Primasari
Penerbit :
Inari
Tebal :
144 halaman
Sinopsis :
Karena terkadang tidak merasakan itu lebih baik
daripada menanggung rasa sakit yang bertubi- tubi
Ivarr Amundsen kehilangan kemampuannya untuk
merasa. Orang yang sangat dia sayangi meninggal dengan cara yang keji, dan dia
memilih untuk tidak merasakan apa- apa lagi, menjadi seperti sebongkah patung
lilin.
Namun, saat Ivarr bertemu Solveig, perlahan dia
bisa merasakan lagi percikan- percikan emosi dalam dirinya. Solveig, gadis yang
tiba- tiba masuk dalam kehidupannya. Solveig, gadis yang misterius dan aneh.
Berlatar di Trondheim, Norwegia, kisah ini akan
membawamu ke suatu masa yang muram dan bersalju. Namun, cinta akan selalu ada,
bahkan di saat- saat tergelap sekalipun.
Review :
Pembunuhan keji dengan mengambil lever korban terus terjadi.
Hal itu membuat Hades, dewa kematian, harus langsung turun ke Bumi dan mencari
dan menghukum pelaku kejahatan itu. Ditemani Lyre, asistennya, mereka berangkat
ke Trondheim, salah satu kota di Norwegia.
Hades berganti nama menjadi Halstein sedangkan Lyre memilih
Solveig sebagai nama barunya. Mereka mengunjungi Ivarr Amundsen, kakak dari
salah satu korban pembunuhan keji itu. Saat Solveig bertanya kepada Halstein
apa tujuan mereka mendekati Ivarr, Halstein tidak bersedia memberitahu Solveig.
Mulai sekarang, tugas Solveig adalah mendekati Ivarr. Ini
bukan hal yang menyenangkan bagi Solveig mengingat pria itu selalu datar tanpa
emosi. Bahkan saat mereka mengungkit kematian Nikolai, adik Ivarr, pria itu
tidak terlihat sedih sama sekali. Mengajak Ivarr mengunjungi tempat yang biasa
ia kunjungi bersama Nikolai juga seolah tidak berdampak apa- apa baginya.
“Orang
menangis karena kehilangan itu wajar,” ujar Halstein lagi. “Yang tidak wajar
adalah kalau dia tidak menangis.
Lebih tidak wajar lagi kalau tidak merasa sedih.” – hal. 50
Baru ketika sudah dekat dengan Ivarr, Solveig sadar bahwa
pria itu bukannya tidak sedih, tetapi lebih memilih untuk tidak merasa. Ivarr
tidak sanggup menanggung semua seorang diri. Solveig juga mulai menyadari
perasaannya yang berkembang.
Karena terkadang, tidak merasakan itu lebih
baik daripada menanggung rasa sakit yang bertubi- tubi. – hal. 78
Solveig tidak lagi menganggap Ivarr sebagai target yang harus
ia dekati. Sebaliknya ia ingin terus berada di sisi Ivarr, menjaganya. Solveig
telah jatuh cinta pada Ivarr – pria bermata biru nyaris ungu itu. Saat Ivarr
sakit dan dirawat oleh Solveig, pria itu pun menyadari bahwa ia mencintai Solveig
walau gadis itu terkadang aneh dan kelihatan berasal dari entah zaman apa.
Untuk pertama kalinya, kini Ivarr bukan
sekadar memperhatikan kecantikan dan keanehan Solveig, melainkan juga melihat
sosoknya secara menyeluruh. Ivarr mendapati kelembutan dalam sikap gadis itu,
keikhlasan, kehangatan. Barulah Ivarr menyadari, Solveig membuat dirinya merasa
nyaman dan terlindungi. – hal. 69
Sayangnya Solveig tidak selamanya dapat berada di Bumi. Saat
misinya telah selesai, ia harus kembali. Apakah itu artinya ia harus berpisah
dengan Ivarr? Ikuti kisah mereka dalam Purple Eyes.
Terkadang, ada
sesuatu yang perlu dikorbankan.
Demi tujuan yang lebih baik. – hal. 86
Y
Baca novella ini selesai dalam beberapa jam. Purple Eyes
sukses bikin nyesek ya. Endingnya
tertebak tapi saya sangat menikmati kisah Solveig dan Ivarr. Apalagi setelah googling tentang Trondheim, ternyata
kotanya cantik banget *lope lope di udara*
Cinta datang di waktu
yang salah. Ivarr yang awalnya dingin, tidak memiliki harapan, dan menutup diri
itu akhirnya luluh juga sama Solveig karena kebaikan dan ketulusan gadis itu.
Kisah mereka membuat saya trenyuh. Saya jadi bertanya- tanya bagaimana perasaan
saya jika melihat hal itu terjadi di dunia nyata secara hal yang mustahil dan
di luar logika bisa saja terjadi – oke, ini efek galau habis baca kisah mereka, jadi
abaikan saja.
Walau cerita ini settingnya
tahun 2015, entah mengapa setiap membaca novel karangan Mbak Prisca yang
berlatar di negara- negara Eropa pasti terbayangnya setting abad 18-19 gitu. Jadi teringat sama Kastil Es dan Air
Mancur yang Berdansa yang menjadi salah satu novel favorit saya. He he..
Rasanya sulit untuk tidak jatuh cinta setiap kali membaca
karangan Mbak Prisca. Novel- novelnya selalu menjadi novel yang wajib saya
beli. Purple Eyes sukses menjadi salah satu novella favorit saya ^^ Berbeda
dengan French Pink yang sangat singkat dan tanggung, Purple Eyes untuk ukuran
novella menurut saya sudah pas baik dari segi alur dan eksekusinya. Recommended untuk teman- teman pembaca
:D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar